Rendahnya Kualitas Pendidikan di NTT. Apa Sebab? & Salah Siapa?

This slideshow requires JavaScript.

Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dan kualitas pendidikan yang rendah. Bagaimana tidak? berdasarkan data Badan Pusat Statistik tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010 sampai 2016, Propinsi Nusa Tenggara Timur selalu menempati rangking diatas 30 besar dari 34 Propinsi yang ada di Indonesia. Posisi ini boleh dibilang posisi terakhir diatas Propinsi  Papua dan Papua Barat.

Standar pengukuran IPM suatu daerah  dilihat dari 3 aspek yaitu  Pendidikan, Kesehatan dan Pengeluaran. Dari ketiga aspek yang mari kita menggaris bawahi pada Aspek pendidikan. Karena dengan pendidikan yang mampan tentu seseorang akan dapat meningkatkan taraf hidup menuju kesejahteraan hidupnya di masa yang akan datang.

Tentunya meningkatkan kualitas pendidikan atau Sumber Daya Manusia di suatu daerah tidak semudah kita membalikan telapak tangan. Butuh kerja keras dari semua pihak atau stackeholder yang ada. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang pendidikan di propinsi Nusa Tenggara Timur mari kita simak data Indeks Pembagunan Manusia tahun 2010 sampai tahun 2016 berikut ini:

lihat data Indeks Pembangunan Manusia  semua propinsi di Indonesia selengkapnya klik disini

Dari data tersebut terlihat sangat jelas bahwa Indeks Pembangunan Manusia di NTT sangat rendah jika dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia.

Tahun 2010, NTT mendapat peringkat 32, dengan persentase IPM 59,21 %. Peringkat ini merupakan peringkat kedua dari terakhir dari 33 propinsi. Jika kita melihat persentase secara Nasional, Indonesia memperoleh rata-rata IPM 66,53%. Artinya NTT memperoleh IPM dibawah rata-rata indeks Nasional, dengan selisih 7,32 %.

Tahun 2011, NTT mendapat peringkat 31 dari 33 propinsi dengan IPM 60, 24 %. Ada peningkatan IPM sebesar 1,03 %. IPM Nasional 67,09 %. Dengan demikian selisih IPM NTT dan Nasional 6,8%. Tahun 2012, NTT mendapatkan peringkat 31 dengan IPM 60,81 %. IPM Nasional 67,7 %, maka selisih 6,89 %.

Tahun 2013, NTT memiliki IPM 61,68 % dengan peringkat 31 dari 34 propinsi. IPM Nasional 68,31 %, maka selisih IPM sekitar 6,63 %. Tahun 2014, NTT memiliki IPM 62,26 % dengan peringkat 31. IPM Nasional 68,9 %, dengan demikian selisihnya 6,64%.

Tahun 2015, NTT memperoleh peringkat 32 dengan IPM 62,67 %. IPM Nasional 69,55 %, sehingga selisih IPM 6,88%. Tahun 2016, NTT memperoleh peringkat 32 dengan IPM 63,13%. IPM Nasional 70,18 %, maka selisih 7,05%

Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tersebut ada beberapa fakta yang diperoleh diantaranya:

Pertama, Propinsi NTT selama tujuh tahun terakhir selalu mendapatkan peringkat 31 dan 32 secara Nasional. Kedua, Propinsi NTT memiliki standar IPM dibawah IPM Nasional dengan selisih antara 6 sampai 7 %.

Ketiga, Propinsi NTT boleh di bilang juru kunci dalam Indeks Pembangunan Manusia. Dimana NTT tidak mengalami kemajaun secara peringkat Nasional. Peningkatan hanya terjadi pada persentasi IPM. Namun belum bisa melewati dan sama dengan standar IPM Nasional.

Keempat, Propinsi NTT termasuk salah satu propinsi tertua di Indonesia. Namun dari skala Indeks Pembangunan Nasional masih kalah bersaing dengan propinsi atau daerah lain yang tergolong baru. Contoh Kalimantan Utara yang pada tahun 2013 hingga 2016 memiliki peringkat dan skala IPM masing masing adalah tahun 2013 (14, 67,99%), 2014 (14, 68,64%), 2015 (18, 68,76%) dan 2016 (20, 69,2 %). Kalimantan utara sebagai selalu mendapatkan peringkat 20 besar sedangkan NTT selalu menduduki peringkat diatas 30 besar.

Dari beberapa fakta ini tak bisa dipungkiri bahwa rendah kualitas pendidikan di NTT pasti disebabkan oleh berbagai factor. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur “Yohana Lisapaly” (15/8/2017) dalam validnews.com mengatakan bahwa “Penilaian mutu pendidikan itu dilihat dari dua aspek. Keduanya yaitu profesionalisme dan pedagogic yang seyogyanya menjadi bagian dari empat aspek uji kompetensi guru, selain perilaku dan social. penataan aspek pendidikan di daerah itu tidak hanya terkait jumlah sumber daya manusia dan saran prasarana. Masalah mutu pendidikan di NTT berkaitan dengan. kurikulum yang perannya ada di guru sehingga sangat bergantung pada mereka”.

Namun berkaitan dengan kesejateraan guru Yohana mengakui belum bisa di imbangi sehingga pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya agar dari waktu ke waktu dapat meningkatkan kualitas guru, salah satu caranya dalam waktu dekat melakukan analisis kebutuhan guru (AKG) untuk memperbaiki kesejahteraan. “ucap Yohana”.

Selain itu menurut  Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Alo Min di Kupang, Selasa, (2/4/2017) dalam Antara Kupang mengatakan bahwa: “Tingkat partisipasi pendidikan masih sangat rendah, Hal itu terlihat dari masih tingginya angka berhenti sekolah. Artinya siswa setara SMP yang tiga tahun lalu menamatkan jenjang SMP tidak melanjut ke jenjang SMA atau sederajat,”.

Berbeda dengan pandangan Pastor Vinsensius Darmin Mbula OFM, ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) yang menyoroti tentang rendahnya mutu pendidikan di NTT diakibatkan pada kualitas para guru, kepala sekolah dan buruknya perhatian pemerintah.

Beliau menjelaskan  guru-guru dan kepala sekolah seharusnya disiapkan dengan baik, dilatih dan dididik untuk memiliki kompetensi. “Mereka antara lain perlu memiliki leadership yang transformatif, serta kemampuan evaluasi dan monitoring yang baik,”  lebih lanjut ia mengatakan bahwa .Kepala sekolah harus terus berupaya memajukan sekolah dan bukan hanya sibuk rapat dan urus proyek. Selain itu Kepala sekolah dan guru perlu memiliki motivasi tinggi untuk mendidik dan mengasuh peserta didik dengan hati yang mau melayani,” katanya.

Dari beberapa pendapat diatas terlihat penyebab rendahnya mutu pendidikan di NTT adalah di akibatkan oleh 1) Sarana dan prasarana yang tidak mendukung 2) kesejahteraan tenaga pendidik (guru) yang belum diperhatikan secara baik, 3) kurangnya perhatian guru dan kepala sekolah, dimana lebih memperbanyak waktu rapat dan mengurus proyek, 4) bentuk perhatian pemerintah akan pendidikan yang masih rendah baik dari segi sarana prasana maupun kesejateraan guru dan 5) rendahnya partisipasi masyarakat pada penddikan

Beberapa kendala tersebut bisa segera diselesaikan, asalkan segenap komponen pendukung dunia pendidikan di NTT bisa lebih peka terhadap masalah ini dan lebih meningkatkan kerja sama yang baik demi mewujudkan Sumber Daya Manusia generasi penerus NTT yang berkualitas dan berdaya saing.  Semoga!

(Peter Djawa)

Leave a comment