Haruskah MENDIKBUD RI Meminta Maaf Kepada Publik NTT?

IMG_20171209_155623

Publik NTT dihebohkan dengan pernyataan menteri pendidikan dan kebubayaan RI (Muhadjir Effendy), tanggal 4 Desember 2017 yang termuat di Jawa Pos. pernyataan tersebut kian menjadi viral bagi seluruh masyarakat NTT baik di kalangan aktifis, jurnalis, para guru, pemerintah maupun para siswa dan mahasiswa asal NTT dimanapun mereka berada. Masyarakat NTT merasa sedih dan kesal dengan pernyataan seorang petinggi negeri yang mana menjabat sebagai MENDIKBUD RI. Pernyatan tersebut menghadirkan luka yang mendalam bagi masyarakat NTT. bagaimana tidak? Propinsi NTT di tuding seolah-seolah menjadi biang kerok dari kualitas pendidikan Indonesia yang mendapatkan peringkat paling bawah dunia. Berikut kutipan pernyataan menteri pendidikan dan kebudayaan tanggal 4 Desember 2017 “Saya khawatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua” Ucap Muhadjir Effendy”.

Pernyataan tersebut dilontarkannya lantaran ia melihat laporan Program for International Students Assesement (PISA) saat pertemuan di UNESCO, November 2017. Berdasarkan hasil survey  PISA menyebutkan kualitas pendidikan RI masuk ranking paling bawah.

Pernyataan ini menjadi kecaman keras bagi masyarakat NTT karena mereka menilai bahwa seorang Muhadjir Effendy tidak bisa menjaga tutur katanya sebagai seorang menteri pendidikan dan kebudayaan. NTT dijadikan kambing hitam dalam penurunan kualitas pendidikan RI.

Aksi protes tersebut dilayangkan dari berbagai daerah tempat orang NTT berada. Seperti yang terjadi di Bali,Puluhan wartawan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Komunitas Pena NTT meminta MENDIKBUD untuk mengklarifikasi penyataan tersebut. Mereka mengganggap pak menteri tidak bertanggung jawab sebagai seorang menteri pendidikan dan mendiskriminasikan pendidikan di NTT. Sehingga mereka meminta kepada presiden Jokowi untuk segera mencopot jabatan yang diembannya.

IMG_20171209_160453

Pernyataan tersebut juga mendapat respon dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Johanna Lisapaly sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Rabu (6/12/2017). Lisapaly menyesalkan pernyataan tersebut, karena ia menganggap pak menteri yang paling bertanggungjawab terhadap masalah pendidikan di Indonesia

 “Kita sesalkan pernyataan ini. Kalau memang pendidikan di NTT dinilai buruk oleh beliau, maka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan justru beliau sebagai menteri, dan  terkait masalah kualitas pendidikan di NTT merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten” ungkap Lisapaly.

Selain  protes yang dilangsungkan  melalui demontrasi, aksi protes juga dilakukan di media social. Orang-orang  yang mengaku dirinya sebagai orang NTT merasa sangat terpukul dengan pernyataan tersebut. Kenapa harus NTT yang dijadikan tolok ukur? Padahal NTT Cuma satu bagian dari berbagai propinsi di Indonesia.

 Namun di balik pernyaatan diskriminatif tersebut Apakah kita sebagai orang NTT harus menyalahkan Pak Menteri? Dan haruskah Pak Menteri meminta maaf atas pernyaatannya?

Nah untuk menjawab pertanyaan tersebut saya mengajak kita untuk lebih bijak dalam melihatnya. Dalam artian dari sisi negatif dan positifnya.

Dari sisi negatif, Pernyataan  Pak Muhadjir Effendy dianggap keliru dan tidak bertanggung jawab jika pernyaataan tersebut dimaksudkan mendiskriminasikan kualitas pendidikan di NTT dengan daerah lain di Indonesia  dan juga mengganggap NTT sebagai pemicu menurunnya kualitas di Indonesia tanpa di dukung dengan rujukan yang jelas atau data yang valid.namun bagaimana jika sampel yang dijadikan tolok ukur pendidikan Indonesia adalah NTT? Dan survey itu benar-benar dilakukan oleh PISA?

Makanya disini saya mengajak kita semua untuk melihat secara positif yang mana pertama,kita harus berpikir bahwa pak menteri tidak  mungkin  segampang itu mengucapkannya tanpa ada data. Yang harus di ingat di belakang pak menteri banyak staf ahli, para professor doctor, ilmuwan dan peneliti- peneliti handal yang pintar dalam menganalisis. Jadi pak menteri tidak mungkin seenaknya berbicara dalam kapasitasnya sebagai menteri.

Kedua, jika pernyataan tersebut dilontarkan karena atas dasar iseng-isengan pak menteri, kita jangan menganggap bahwa itu hinaan untuk masyarakat NTT melainkan itu adalah motivasi untuk pemerintah, guru, dan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatan kualitas pendidikan di NTT.

Ketiga, sebagai orang NTT yang bijak sebaiknya kita tak perlu meresponnya terlalu berlebihan tetapi mari kita introspeksi diri dengan kualitas yang kita punya. Semakin banyak kita merespon semakin banyak hal yang akan kita lupa untuk merubahnya.

Keempat, ketika kita mengartikan pernyataan tersebut sebagai sebuah diskriminasi atau kesimpulan bahwa orang NTT semua bodoh menurut pak menteri, berarti kita sudah keliru dan salah dalam menafsirkan maksud tersebut. Karena pak menteri hanya mengatakan rasa kwatirnya jika yang dijadikan sampel itu NTT. Hal ini karena berdasarkan fakta bahwa NTT dalam tujuh tahun terakhir memiliki angka kemiskinan tinggi dan kualitas pendidikan rendah. Bahkan NTT nyaris menjadi juru kunci dalam hal Indeks Pembangunan Manusia.

Kelima, ketika kita mengatakan bahwa pak menteri sedang menelajangi diri sendiri saat mengatakan mutu pendidikan NTT rendah berarti kita belum sepenuhnya memahami prinsip otonomi daerah. Memang benar jika mendikbud adalah penanggung jawab utama, namun untuk tingkat propinsi dan kabupaten, kewenangannnya ada ditangan Pemerintah propinsi dan daerah.

Seharusnya yang kita evaluasi adalah kinerja pemerintah daerah dan propinsi, kenapa hal ini bisa terjadi selama beberapa tahun belakangan ini? Kenapa dengan sarana prasarana pendidikan NTT yang begitu memprihatinkan? apa memang tidak ada dana untuk itu, atau dana digunakan untuk kepentingan lain, orang atau golongan tertentu? Bicara soal pemerataan pembangunan dan pelayanan, saya pikir pemerintah pusat sudah berusaha melakukannya walaupun belum maksimal sepenuhnya. Hal itu seperti program SM3T,pemberian beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi kepada mahasiwa Timur, dan program lainnya.

Jadi pantaskah kita menyalahkan pemerintah pusat jika mutu pendidikan NTT rendah dan haruskah MENDIKBUD meminta maaf atas pernyataannya tangga 4 Desember 2017? Menurut saya tidak perlu. Tetapi mari kita Introspeksi diri, benahi system kita, dan tingkatkan kinerja kita demi menuju NTT lebih baik kedepan.karena itu lebih bermanfaat daripada cuma beretorika.

(Peter Djawa)

 

Leave a comment